Asas asas dalam hukum perikatan
Jumat 25 maret 2016
Perikatan dalam bahasa Belanda
disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam
literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat
berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat
itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang
atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut
hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah
adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau
lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban
atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat
hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga
terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal
law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian
perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan
pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. Pengertian
perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah
terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak
atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah
dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian
perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal
yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita.
Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu
perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah
demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat
sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap
orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian
apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan
berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah
diatur dalam Undang-undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu
dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat
sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak
melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah
disepakati dalam perjanjian.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUHPerdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang
timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang
timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari
undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan
yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de
wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet
ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata.
Perikatan yang timbul dari undang-undang
saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam
pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak
dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari
sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber-sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Unsur-Unsur Perikatan
1.
Hubungan hukum (legal
relationship)
2.
Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak
(parties)
3.
Harta kekayaan (patrimonial)
4.
Prestasi (performance)
Ad. 1. Hubungan hukum
·
Hubungan yang diatur oleh hukum;
·
Hubungan yang di dalamnya terdapat
hak di satu pihak dan kewajiban di lain pihak;
·
Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajiban, dapat dituntut pemenuhannya
Hubungan hukum dapat terjadi karena
:
1.
Kehendak pihak-pihak
(persetujuan/perjanjian)
2.
Sebagai perintah peraturan perUUan
Dasar hukum Pasal 1233 KUHPdt
“tiap-iapt perikatan dilahirkan karena persetujuan baik karena UU”.
Contoh A berjanji menjual sepeda
motor kepada B Akibat dari janji, A wajib menyerahkan sepeda miliknya kepada B
dan berhak menuntut harganya sedangkan B wajib menyerahkan harga sepeda motor
itu dan berhak untuk menuntut penyerahan sepeda.
Dalam contoh diatas apabila salah
satu pihak tidak memenuhi kewajiban maka hukum “memaksakan” agar
kewajiban-kewajiban tadi dipenuhi.
Perlu dicatat tidak semua hubungan
hukum dapat disebut perikatan. Contoh kewajiban orang tua untuk mengurus
anaknya bukanlah kewajiban dalam pengertian perikatan.
Artinya adalah setiap hubungan hukum
yang tidak membawa pengaruh terhadap pemenuhan kewajiban yang bersumber dari
harta kekayaan pihak yang berkewajiban tidaklah masuk dalam pengertian dan
ruang lingkup batasan hukum perikatan.
Ad. 2. Pihak-pihak (subjek
perikatan)
1.
Debitur adalah pihak yang
wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban)
2.
Kreditur adalah Pihak yang
berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi atau pihak yang memiliki piutang
(hak)
Pihak-pihak (debitur kreditur) tidak
harus “orang” tapi juga dapat berbentuk “badan”, sepanjang ia cakap melakukan
perbuatan hukum.
Pihak-pihak (debitur kreditur) dalam
perikatan dapat diganti. Dalam hal penggantian debitur harus sepengatahuan dan
persetujuan kreditur, untuk itu debitur harus dikenal oleh kreditur agar
gampang menagihnya misalnya pengambilalihan hutang (schuldoverneming) sedangkan
penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak.
Seorang kreditur mungkin pula
mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur baru, hak mana adalah
merupakan hak-hak pribadi yang kwalitatif (kwalitatiev persoonlijke recht),
misalnya A menjual sebuah mobil kepada B, mobil mana telah diasuransikan kepada
perusahaan asuransi. Dengan terjadinya peralihan hak milik dari A kepada B maka
B sekaligus pada saat yang sama B mengambil alih juga hak asuransi yang telah
melekat pada mobil tersebut. Perikatan yang demikian dinamakan perikatan
kwalitatif dan hak yang terjadi dari perikatan demikian dinamakan hak
kwalitatif.
Selanjutnya seorang debitur dapat
terjadi karena perikatan kwalitatif sehingga kewajiban memenuhi prestasi dari
debitur dinamakan kewajiban kwalitatif, misalnya seorang pemilik baru dari
sebuah rumah yang oleh pemilik sebelumnya diikatkan dalam suatu perjanjian sewa
menyewa, terikat untuk meneruskan perjanjian sewa menyewa.
Dalam suatu perjanjian orang tidak
dapat secara umum mengatakan siapa yang berkedudukan sebagai kreditur/debitur
seperti pada perjanjian timbal balik (contoh jual beli). Si penjual adalah
kreditur terhadap uang harga barang yang diperjual belikan, tetapi ia
berkedudukan sebagai debitur terhadap barang (objek prestasi) yang
perjualbelikan. Demikian sebaliknya si pembeli berkedudukan sebagai debitur
terhadap harga barang kreditur atas objek prestasi penjual yaitu barang yang
diperjualbelikan.
Ad. 3. Harta kekayaan
Harta kekayaan sebagai kriteria dari
adanya sebuah perikatan. Tentang harta kekayaan sebagai ukurannya
(kriteria) ada 2 pandangan yaitu :
1.
Pandangan klasik : Suatu hubungan dapat
dikategorikan sebagai perikatan jika hubungan tersebut dapat dinilai dengan
sejumlah uang
2.
Pandangan baru : Sekalipun suatu
hubungan tidak dapat dinilai dengan sejumlah uang, tetapi jika masyarakat atau
rasa keadilan menghendaki hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum akan
meletakkan akibat hukum pada hubungan tersebut sebagai suatu perikatan
Ad. 4. Prestasi (objek perikatan)
Prestasi adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan. Prestasi merupakan objek perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban
adalah suatu beban yang ditanggung oleh seseorang yang bersifat
kontraktual/perjanjian (perikatan). Hak dan kewajiban dapat timbul apabila
terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan pada suatu kontrak atau
perjanjian (perikatan). Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian
itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada
keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi).
Selanjutnya kewajiban tidak selalu
muncul sebagai akibat adanya kontrak, melainkan dapat pula muncul dari
peraturan hukum yang telah ditentukan oleh lembaga yang berwenang. Kewajiban
disini merupakan keharusan untuk mentaati hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht)
misalnya mempunyai sepeda motor wajib membayar pajak sepeda motor, dll
Bentuk-bentuk prestasi (Pasal 1234
KUHPerdata) :
1.
Memberikan sesuatu;
2.
Berbuat sesuatu;
3.
Tidak berbuat sesuatu
Memberikan sesuatu misalnya
pemberian sejumlah uang, memberi benda untuk dipakai (menyewa), penyerahan hak
milik atas benda tetap dan bergerak. Berbuat sesuatu misalnya membangun rumah.
Tidak melakukan sesuatu misalnya A membuat perjanjian dengan B ketika menjual
apotiknya, untuk tidak menjalankan usaha apotik dalam daerah yang sama. Ketiga
prestasi diatas merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur.
Ketiga prestasi diatas mengandung 2
unsur penting :
1.
Berhubungan dengan persoalan
tanggungjawab hukum atas pelaksanaan prestasi tsb oleh pihak yang berkewajiban
(schuld).
2.
Berhubungan dengan
pertanggungjawaban pemenuhan tanpa memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban
utk memenuhi kewajiban tsb (Haftung)
Syarat-syarat prestasi :
1.
Tertentu atau setidaknya dapat
ditentukan;
2.
Objeknya diperkenankan oleh hukum;
3.
Dimungkinkan untuk dilaksanakan
Schuld adalah kewajiban debitur
untuk membayar utang sedangkan haftung adalah kewajiban debitur membiarkan
harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan
hutangnya apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang tersebut.
Setiap kreditur mempunyai piutang
terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih hutang piutang
tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan hukum perdata, disamping hak menagih hutang
(vorderingsrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya maka
kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada debitur
itu (verhaalsrecht).
Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak
dan azas konsensualisme.
a. Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b. Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah :
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat
suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu
telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu,
artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan
harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap
pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya
isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh
undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah
satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari
wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan
apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa
yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
1. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi
tinga unsure, yakni:
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi
telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian
atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada
keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan
Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk
memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu
pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237
KUH perdata.
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar